Pahami Bahaya Rokok, Bukan Sekedar Kesehatan!

Entah kenapa kalau membahas tentang rokok sesungguhnya ada gemuruh dalam hati. Iya betul, aku termasuk orang yang sangat emosional sekali dengan rokok. Indera penciumanku cukup tajam kalau soal rokok bahkan mungkin radius 10 meter beda ruangan aku masih mencium bau rokok dan itu sangat mengganggu sekali.


Terlebih lagi jika dalam kendaraan atau di ruang publik, banyak sekali interaksi dengan masyarakat. Tapi masih banyak sekali yang egois untuk merokok tanpa memperhatikan kesehatan sekelilingnya. Bukan hanya satu dua orang yang kehilangan nyawa karena rokok dan bahkan banyak juga yang menjadi korban itu yang merupakan perokok pasif alias bukan perokok sesungguhnya. Mereka terkena dampak dari kepulan asap rokok yang sesungguhnya sangat beracun.

Jika teman-teman benci dengan rokok, ternyata kita tidak sendiri karena ini sudah menjadi masalah nasional. Iya betul, ini sudah menjadi masalah global yang harus segera ditangani. Nah program radio Ruang Publik KBR ini sedang membahas tentang usaha calon presiden atasi kerugian kesehatan akibat rokok.


3 Narasumber dalam interaktif tersebut yakni :
* Dr. Abdillah Ahsan
Wakil kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI.
* Prof. Dr. Hasbullah Thabrany
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
* dr. Harun Albar SpA, M.kes
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Diawali dengan pembahasan beban kesehatan tinggi di Indonesia karena tren konsumsi rokok yang meningkat dari tahun ke tahun berbahaya bagi kesehatan. Karena menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 melaporkan bahwa penyakit tidak menular di Indonesia terus meningkat.  Padahal saat ini jaminan kesehatan nasional semakin meningkat, namun tingginya angka penyakit tidak menular akibat konsumsi rokok. Ini jelas menambah beban pemerintah dan masyarakat karena penanganannya membutuhkan biaya yang besar dan memerlukan teknologi tinggi.

Setiap narasumber mengemukakan pendapatnya dan menurut Dr. Abdillah rokok menjadi penyebab permasalahan beban kesehatan di Indonesia saat ini. Iklan rokok diharapkan hilang sepenuhnya, karena secara tidak langsung ini membuat orang untuk tertarik mencoba.

Tidak hanya berhenti disini. Rokok sebenarnya juga sudah menggerogoti keuangan keluarga. Bahkan dari survey 60% ini penikmat rokok adalah masyarakat yang memiliki keuangan ekonomi rendah. Jadi bisa dipastikan rokok adalah pengeluaran terbesar setelah membeli beras, bahkan jika harga rokok dinaikkan dimungkinkan rokok akan menempati posisi pertama untuk pengeluaran rumah tangga yang artinya ini sangat mengesampingkan tentang gizi keluarga.

Untuk saat ini rokok dibanderol dengan harga yang cukup murah, iklan rokok masih banyak, yang mengenaskan itu murahnya harga rokok jadi menyasarkan promosi ke anak. Disini masih banyak elite politik yang menganggap rokok itu biasa dan normal. Nah mungkin beberapa waktu sempat digalakkan harga rokok naik tapi tidak bisa bertahan lama. Jika dinaikkan pun ini bersambung dengan bea cukai, padahal cukai sebenarnya seperti dam pada islam, yakni denda pada perilaku yang tidak sesuai. Karena bagaimana pun dilarang, para perokok yang sudah terkena candu rokok masih akan tetap beli meskipun mahal.

Menurut  Prof. Dr. Hasbullah, merokok adalah gaya hidup destruktif.  Rokok bukan hanya menyerang kesehatan, tapi juga sosial ekonomi. Bahkan, tidak sedikit pencandu rokok yang mengorbankan konsumsi produktif dibanding untuk rokok sendiri. Mengesampingkan gizi hanya untuk rokok. Artinya disini akan tetap ada roko walau anaknya hanya makan tempe, padahal jika pikiran kita normal daripada untuk membeli rokok kan bisa dibelikan lauk dan sayur untuk keluarga agar lebih sehat.

Dalam agama islam sendiri menyatakan jika merokok ini lebih banyak merugikan, yakni merusak diri dan merusak orang lain.  tapi tetap butuh waktu untuk mengupayakan edukasi terhadap bahaya rokok. Upaya pencegahan untuk yang belum, mengurangi pelan-pelan untuk yang sudah menjadi pecandu, Selain itu ada sasaran yang harus diperhatikan yaitu pejabatnya dan pemuka agama juga lebih paham bahayanya merokok. Ada program di puskesmas yakni program berhenti rokok dengan harapan angka perokok aktif akan menurun. Selain itu TKN akan berusaha mengendalikan konsumsi tembakau agar tidak menjadi produksi untuk rokok lagi.

Menurut dr. Harun, sebenarnya perokok ini tidak bisa disebut sebagai beban, tapi lebih baiknya dianggap sebagai korban. Iya betul, para perokok adalah korban ketergantungan nikotin. Kita harus merupaya untuk membantu mereka untuk keluar dari hal ini. memperbaiki sektor nonmedis bisa mengurangi jumlah perokok seperti menaikkan jumlah lapangan kerja.

Menurut beliau, revitalisasi puskesmas harus terus diupayakan agar maksimal. Kampanye hastag bahagiatanpanikotin terus digalakkan. Libatkan orang tua untuk gerakan tanpa rokok. Mencari solusi untuk mengganti kegiatan merokok dengan kegiatan lain. Detoksifikasi dan mencari alternatif rokok tanpa nikotin. Karena bukan tidak mungkin akan ada penemuan tentang rokok yang menyehatkan.


Jujur aku sangat senang sekali dengan topik ini. Aku setuju banget kalau masalah ini sudah dianggap menjadi masalah nasional dan harus segera diselesaikan. Semoga siapapun yang menjadi pemimpin nanti semakin semangat membuat gerakan membasmi rokok yang berbahaya. Aku berharao semua elemen juga saling tolong menolong demi terwujudnya udara segar Indonesia tanpa asap rokok. Semangat dan salam sehat :)

Komentar

  1. Sekarang banyak perokok santun. Merokok disiplin di tempat yang disediakan sehingga enggak mengganggu yang lain.

    BalasHapus
  2. Widyanti Yuliandari8 Mei 2019 pukul 13.27

    Aku prihatin, banyak anak tetangga usia SMP udah mulai ngerokok. Bahkan ortu yg memfasilitasinya. Padahal kehidupan mereka gak semua mampu juga. ADA yg bahkan buat hidup aja aja pas2an. Kalo gini Kaya sengaja Makin memiskinkan diri.

    BalasHapus
  3. Harga rokok memang masih sangat murah. anak-anak pun bisa membelinya. Iklannya masif. Penasaran strategi apa dari pemerintah untuk mengurangi konsumsi rokok, karena pajak rokok itu lumayan buat APBN.

    BalasHapus
  4. serba salah sih yaa ttg rokok ini. Pemerintah katanya gak mau berhentiin karena salah satu penghasil pajak terbesar dan penyerap tenaga kerja

    BalasHapus

Posting Komentar

back to top