Kusta Bukan Penyakit Kutukan, Stop Diskriminasi Penderita Kusta

Apa yang terlintas dalam pikiran kita jika mendengar kata penyakit kusta? 

Penyakit bahaya, penyakit menular atau bahkan ada yang masih berpikir jika penyakit kusta adalah sebuah kutukan?

Serius di jaman serba digital seperti sekarang masih ada yang menganggap bahwa penyakit kusta adalah sebuah kutukan dan harus dikucilkan agar tidak menularkan atau bahkan membawa sial. 

Jika disekitarmu masih ada yang berpikir seperti ini, aku minta tolog share tulisanku yang satu ini ya. 

Setiap kita pasti memiliki keinginan untuk memiliki tubuh yang sehat dan bermanfaat, betul? Ya aku yakin pasti tidak ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan untuk memiliki penyakit. Nah seperti yang aku singgung sebelumnya, postingan kali ini aku akan membahas tentang penyakit kusta, tentang bagaimana stigma masyarakat yang ada tentan penyakit ini dan bagaimana penanganan selama pandemi.

Iya jujur aku masih bingung kapan stigma tentang penyakit kusta ini dimulai, aku sendiri pertama kali tau kusta ini semenjak masih tinggal di rumah lama, salah seorang yang aku kenal mengalami penyakit kusta dan jika aku berbincang dengannya, banyak orang mencibir. " Hati-hati nanti tertular, itu orang membawa sial, itu penyakit kutukan" Aku mendengarnya saja sakit, bagaimana perasaan orang tersebut. Beliau saat itu memang tersenyum dan berkata jika kalimat itu sering kali ia dengar dan seperti sudah biasa, tapi aku yakin dia sebenarnya juga sakit sekali. 

Beberapa hari yang lalu aku mengikuti streaming youtube Ruang Publik KBR dengan tema Akses Kesehatan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas termasuk Orang dengan Kusta. Disini banyak sekali membahas tentang penyakit kusta, dan dari mas Ardiansyah (Aktivis Kusta/ Ketua PerMaTa Bulukumba) aku baru tau jika stigma masyarakat tentang penyakit kusta masih banyak yang seperti yang aku ceritakan tadi. Bukan hanya itu saja, ternyata penyakit kusta ini tidak serta merta langsung membuat seseorang menjadi disabilitas, justru karena kurangnya penanganan di awal sakit, itulah yang menyebabkan disabilitas. Jadi jika penanganan lebih awal, penyakit kusta ini lebih bisa diatasi.

Apa yang lebih parah? Kembali lagi tentang yang aku ceritakan tadi. Stigma masyarakat ini menimbulkan dampak yang begitu luar biasa bagi penderita kusta, ya hal ini dapat menimbulkan dampak sosial yang ekonomi akibat yang ditimbulkannya ini terjadi karena memang pengetahuan masyarakat yang kurang tentang kusta pemahaman dan kepercayaan yang keliru tentang kusta atau mungkin juga karena memang kesiapan petugas kesehatan dalam kegiatan deteksi dini terkait dengan penyakit kusta ini. 

Begini, kebanyakan penderita kusta mengalami tingkat percaya diri yang rendah, karena sering kali mendapat penolakan dari masyarakat. Yang akhirnya berujung tidak memiliki semangat untuk melakukan sesuatu yang bahkan memiliki potensi yang sangat bisa dikembangkan baik untuk dirinya sendiri atau masyarakat, yang akhirnya akan berdampak kedalam kehidupan ekonominya. Nah, kita yang sudah paham ini, yok mari kita bantu sebarkan informasi yang betul mengenai penyakit kusta ini. 

Mengenai masalah pengobatan di musim pandemi sekarang ini, rumah sakit kusta ini sudah beralih fungsi menjadi tempat Sakit Umum sekarang sudah menjadi Rumah Sakit Umum pusat RSUD yang sebelumnya itu mengakses dengan baik kita mendapatkan pelayanan yang baik harus melewati jalur-jalur yang tidak sedikit yang membuat bingung atau bahkan tidak bisa dijangkau. Masalah lain juga ada yakni jika penderita kusta tidak memiliki bpjs, atau bahkan memiliki bpjs namun saat itu memiliki infeksi di tubuhnya dan jika menggunakan bpjs hanya dibatasi 3 hari saja untuk perawatan intensifnya, padahal harusnya waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama dari itu. 

Oiya kemarin juga hadir pak Suwata (Dinas Kesehatan Kab Subang), beliau menjelaskan jika angka disabilitas dari tahun 2018 sampai 2020 terus meningkat. Bahkan di Subang saja, disabilitas karena kusta secara keseluruhan 11872 dari seluruh kasus disabilitas. Benar, jika disabilitas ini membuat dampak yang serius di bidang ekonomi dan sosial bahkan mulai dari akses pendidikan sampai pekerjaan. Permasalahan yang pernah mengalami kusta, sangat minim aksesibilitas.

Beberapa upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan di Subang untuk penderita kusta yakni :

• Melakukan advokasi pemerintah daerah

• Mengintegrasikan forum SKPD

• Edukasi kepada masyarakat Edukasi kepada masyarakat

• Prioritas pencegahan kecacatan dengan melakukan pengobatan sejak dini

• Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta di berbagai sektor

Nah darisini kita tarik kesimpulan jika ini kita semua harus saling bahu membahu untuk bekerja sama, mulai dari pemerintah, pihak medis, masyarakat dan penderita kusta itu sendiri. Teruntuk teman-teman yang menjadi penderita kusta, bisa untuk tetap berobat di puskesmas dulu untuk sementara ini jika masih bingung untuk berobat ke rumah sakit. Tetap bersihkan dan juga jangan lupa merawat luka ya agar tidak sampai infeksi dan bisa kembali pulih. 

Oia, ada tips dari Bunda Purwanti untuk teman-teman penderita kusta dan menurutku ini penting banget. Pertama yakni tanamkan dulu rasa syukur rasa syukur, kita harus menghilangkan omongan-omongan orang yang seperti anak disabilitas itu tidak bisa melakukan apapun. Padahal di atas kursi roda  pun si anak tetap bisa melakukan apapun. Anak-anak disabilitas itu lebih banyak punya kemampuan yang bisa mereka buktikan.

Jadi teman-teman jangan sedih dan tetap semangat ya. Kalian hebat, kalian pasti bisa. 

Komentar

back to top